Jumat, 23 November 2012

PERENCANAAN DALAM PTK


Pada setiap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung secara rinci pada tahapan perencanaan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
  1. Identifikasi masalah, merupakan tahap pertama dalam serangkaian penelitian. Dimulai dari diagnosis situasi, apa yang sedang terjadi sekarang, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. Masalah tersebut harus benar-benar terjadi di kelas, penting dan bermanfaat untuk peningkatan mutu hasil belajar, dan masalah tersebut masih dalam jangkauan kemampuan peneliti. Oleh sebab itu identifikasi masalah merupakan tahap penting dalam pelaksanaan riset. Identifikasi penyebab masalah, kemungkinan-kemungkinan penyebab munculnya masalah dapat dijabarkan melalui brainstorming, analisis penyebab munculnya masalah dapat dijelaskan dengan mudah dengan memahami berbagai kemungkinan penyebab masalah tersebut, misalnya mengembangkan instrumen angket, mewawancarai siswa, melakukan observasi.
Berikut contoh ringkasan permasalahan PTK yang mempunyai rumusan masalah: apakah metode pembelajaran konstruktivistik mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran X?
PTK ini dilakukan antara seorang peneliti yang berkolaborasi dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan melakukan diskusi berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya di kelas, peneliti dan guru dapat merancang PTK dengan kegiatan utama sebagai berikut
  1. Merancang bagian isi mata pelajaran dan bahan belajarnya yang disesuaikan dengan konsep konstrutivistik, dalam hal ini isi mata pelajaran disusun dengan berbasis kontekstual yang mengacu pada: belajar berbasis masalah, pengajaran autentik, belajar berbasis inkuiri, belajar berbasis kerja, belajar berbasis proyek atau penugasan, dan belajar kooperatif.
  2. Merancang strategi dan skenario penerapan pembelajaran yang menggunakan prinsip pembelajaran konstruktivistik, seperti mengaktifkan proses bertanya, penemuan, pemodelan, dan lain-lain yang dibuat dengan rinci.
  3. Menetapkan indikator ketercapaian dan menyusun instrumen pengumpulan data.
  1. Menetapkan cara yang akan dilakukan untuk menemukan jawaban, yang berupa rumusan hipotesis tindakan.
Hipotesis tindakan merupakan tindakan yang diduga akan dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan penyelenggaraan penelitian tindakan kelas. Untuk menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, guru dapat melakukan:
  1. kajian teoritik di bidang pembelajaran, kajian hasil penelitian yang relevan
  2. Diskusi dengan rekan sejawat, pakar pendidikan atau peneliti lain dan sebagainya
  3. Selain itu juga dapat melakukan kajian pendapat dan saran pakar khususnya yang dituangkan dalam bentuk program
  4. Serta merefleksikan pengalaman sendiri sebagai guru.
Dari hasil kajian tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan adalah:
  1. Rumuskan alternatif tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian
  2. Setiap alternatif tindakan perbaikan perlu dikaji ulang dan di evaluasi dari segi relevansinya dengan tujuan, kelaikan teknis secara keterlaksanaannya
  3. Pilih alternatif tindakan serta prosedur implementasi yang paling memberi peluang untuk mewujudkan hasil optimal.

Sumber: Modul Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru

Jumat, 16 November 2012

TUJUAN DAN MANFAAT PTK


Sabtu, 17 November 2012
  1. TUJUAN PTK
Tujuan PTK antara lain:
  1. Untuk perbaikan dan peningkatan praktek pembelajaran
  2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam kelas
  3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan
  4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable)
Pendapat dari Mc Niff menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya PTK adalah untuk perbaikan yang harus dimaknai dalam konteks proses belajar khususnya, implementasi program sekolah umumnya, dengan sudut tinjauan yang lebih dititikberatkan pada sisi pengembangan staf. Borg menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama PTK ialah pengembangan keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi di kelasnya.
  1. MANFAAT PTK
Dengan tumbuhnya budaya meneliti yang merupakan dampak dari pelaksanaan tindakan secara berkesinambungan, maka manfaat yang dapat diperoleh yaitu:
  1. Inovasi pembelajaran
Guru diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri. Sikap mandiri akan memicu lahirnya percaya diri untuk mencoba hal-hal baru yang diduga dapat menuju perbaikan sistem pembelajaran. Sikap ingin selalu mencoba akan memicu peningkatan kinerja dan profesionalisme seorang guru secara berkesinambungan.
  1. Peningkatan profesionalisme guru
Guru yang profesional akan memahami apa yang terjadi di kelas, melakukan perubahan untuk meningkatkan perbaikan pembelajaran, sehingga akan melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya.


Sumber : Modul Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru

PRINSIP-PRINSIP PTK

Jum'at, 16 November 2012
Menurut Hopkins ada enam prinsip dalam penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu:
a.       PTK tidak mengganggu kegiatan guru mengajar di kelas. Pekerjaan utama seorang guru adalah mengajar, sehingga dalam melakukan penelitian tindakan kelas seyogyanya tidak berpengaruh pada komitmennya sebagai pengajar. Ada tiga kunci utama yang harus diperhatikan, pertama guru harus menggunakan berbagai pertimbangan serta tanggung jawab profesionalnya dalam menemukan jalan keluar jika pada awal penelitian didapatkan hasil yang kurang maksimal. Kedua interaksi siklus yang terjadi harus mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Ketiga, acuan pelaksanaan tiap siklus harus berdasarkan pada tahap perancangan bukan pada kejenuhan informasi.
b.      Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain, sejauh mungkin harus menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh.
c.       Metode yang digunakan harus bersifat andal (reliabel), sehingga guru dapat mengidentifikasikan serta merumuskan hipotesis dengan penuh keyakinan. Pada dasarnya, penelitian ini memperbolehkan “kelonggaran-kelonggaran” namun penerapan asas-asas dasar telaah taat kaidah tetap harus diperhatikan.
d.      Peneliti adalah guru dan untuk kepentingan guru yang bersangkutan. Jadi masalah penelitian diusahakan berupa masalah yang merisaukan dan bertitik tolak dari tanggung jawab profesionalnya, hal ini bertujuan agar guru tersebut memiliki komitmen terhadap pengembangan profesinya.
e.       Konsisten dengan prosedur dan etika. Dalam penyelenggaraan penelitian tindakan kelas, guru harus bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Prakarsa penelitian harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan kepada rekan-rekan serta dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
f.        Menggunakan wawasan yang lebih luas daripada perspektif kelas. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan penelitian sejauh mungkin harus menggunakan wawasan yang lebih luas dari tindakan perspektif, tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas atau pelajaran tertentu, melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

Sumber: Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru 

Jumat, 02 November 2012

KARAKTERISTIK PTK

PTK pada dasarnya ditujukan untuk perbaikan proses belajar mengajar. Proses ini dilakukan oleh guru dan diaplikasikan langsung dalam kelas. Maka dari itu PTK memiliki karakteristik tersendiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Priyono, beliau memberikan enam karakteristik penelitian tindakan kelas, yaitu:
  1. On The Job Oriented
Dalam PTK masalah yang diteliti ialah masalah riil yang muncul dari dunia kerja peneliti yang ada dalam tanggung jawab peneliti. Ini berarti masalah yang diteliti adalah masalah-masalah nyata yang dihadapi sehari-hari. Sebagai contoh, classroom based action research adalah jenis penelitian oleh guru yang berfokus pada masalah-masalah yang ada di kelas. Ciri penelitian ini adalah penggunaan pendekatan interpretivisme, yaitu orang paling tahu masalah-masalah kelas adalah guru itu sendiri, bukan orang lain.
  1. Problem Solving Oriented
PTK berorientasi pada pemecahan masalah. Penelitian ini bertujuan memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar, sehingga di dapat solusi langsung atau cepat atas permasalahan proses belajar mengajar.
  1. Improvement Oriented
PTK berorientasi pada peningkatan kualitas. Dalam PTK diharapkan adanya suatu perubahan kearah yang lebih baik antara sebelum dilakukan penelitian dengan sesudah diadakannya penelitian.
  1. Multiple Data Collection
Untuk memenuhi prinsip critical approaches (kebenaran itu subyektif), maka digunakan berbagai cara pengumpulan data seperti observasi, tes, wawancara, questioner, dan sebagainya. Semua cara ini difokuskan untuk mendapatkan validasi hasil riset, mengingat kebenaran itu disamping subyektif juga problematik. Dengan penerapan semua cara kolektif data tersebut, apa yang sebenarnya disebut kebenaran dapat lebih diungkap.
  1. Cyclic (Siklus)
Konsep tindakan dalam PTK diterapkan melalui urutan-urutan planning, observing, action, dan reflecting yang dilakukan secara siklus (putaran berulang-ulang). Urutan tindakan ini pada hakikatnya menggambarkan pemikiran kritis dan reflektif terhadap efektivitas kepemimpinan atas tindakan. Dampak suatu tindakan tersebut selalu diikuti secara kritis dan reflektif.
  1. Participatory
Peneliti bekerjasama dengan orang lain (ahli) dalam melakukan setiap langkah penelitian. Ciri ini dipengaruhi oleh prinsip cricalisme, yaitu kebenaran/realita itu problematik sehingga pendekatan terhadap masalah harus participatory untuk meningkatkan pengamatan. Kolaborasi antara guru dengan ahli dimulai ketika kegiatan mengidentifikasi masalah, merencanakan tindakan, dan analisis. Sedangkan dalam pelaksanaan tindakan dan pengamatan, kolaborasi bisa dilakukan dengan selain ahli, tetapi bisa dilakukan dengan teman sejawat atau kepala sekolah.

Sumber: Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru

Senin, 22 Oktober 2012

MAKNA KELAS DALAM PTK


Pengertian kelas dalam PTK adalah sekelompok peserta didik yang sedang belajar. Siswa yang belajar itu tidak hanya terbatas di dalam sebuah ruangan yang tertutup saja, tetapi juga ketika anak sedang melakukan karyawisata, di laboratorium, di rumah atau di tempat lain, ketika siswa sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dengan demikian makna kelas di sini tidak hanya bersifat fisik, tetapi lebih bersifat fungsional, sehingga dimanapun tempatnya jika memenuhi persyaratan dalam proses pembelajaran dinamakan kelas.

Sumber: Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Munculnya penelitian tindakan kelas dilatarbelakangi oleh banyaknya penelitian pendidikan yang dilakukan oleh para peneliti yang tidak berhubungan langsung dengan subyek pendidikan. Hasilnya berdampak pada kebijakan yang kebanyakan berlaku umum, namun acapkali tidak secara langsung sesuai dengan kebutuhan pada setiap interaksi belajar mengajar yang sifatnya khas dan setempat. Disamping itu hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada umumnya tidak langsung diterapkan di lapangan.
Penelitian tindakan kelas saat ini berkembang dengan pesat di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, dan Kanada. Jenis penelitian ini dapat menawarkan pendekatan dan prosedur baru yang lebih berdampak langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas atau mengimplementasikan berbagi program di sekolahnya dengan mengkaji berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Dengan demikian melalui penelitian tindakan kelas, guru atau pendidik langsung memperoleh teori yang dibangunnya sendiri, bukan diberikan oleh pihak lain, maka guru dapat menjadi “The Theorizing Practitioner”.
Penelitian tindakan kelas merupakan ragam penelitian pembelajaran dengan konteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran serta mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi peningkatan hasil dan mutu pembelajaran. Berdasarkan jumlah, sifat, dan perilaku pesertanya PTK dapat berbentuk individual dan kolaboratif. Dalam PTK individual seorang guru seorang guru melaksanakan penelitian di kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedangkan dalam  PTK kolaboratif beberapa orang guru secara sinergis melaksanakan penelitian di kelas masing-masing dan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.
Sebagai suatu penelitian kelas, PTK dapat menjelaskan hasil assessment, menggambarkan setting kelas secara periodik, dan mengenali adanya kesulitan dalam proses belajar mengajar, baik dari segi pengajar, pelajar, maupun interaksi komponen-komponen pembelajaran (bahan ajar, media, pendekatan, metode, strategi).
Banyak manfaat yang diperoleh dalam mengadakan PTK. Pertama, kita tidak lagi cukup dianggap sekedar penerima pembaruan yang telah tuntas dikembangkan, melainkan ikut terlibat dalam situasi kelas. Kedua, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai perbaikan praksis yang meliputi penanggulangan berbagai permasalahan belajar yang dialami siswa. Ketiga, hasil penelitian yang kemudian dikemas menjadi sebuah laporan penelitian dan memudahkan kita dalam upaya meningkatkan kenaikan jabatan dan golongan dalam kepegawaian. Keempat, penelitian yang diadakan berdasarkan “pesanan”, misalnya ajakan untuk berkolaborasi dari instansi atau lembaga tertentu dan mengiming-imingi imbalan bagi guru yang berhasil mengadakan penelitian dengan sangat baik, menghasilkan kepuasan tersendiri bagi peneliti.

Sumber: Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru

Jumat, 18 Mei 2012

PROGRAM BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH



  1. PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum demi mutu keberhasilan akademis seperti presentase lulusan, tingginya nilai ujian nasional, atau presentase kelanjutan ke perguruan tinggi.
Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan menyita perhatian pada materi pelajaran, agar para lulusan dapat lolos ke jenjang selanjutnya atau ke perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Maka dari itu pembentukan pribadi, pendamping pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan dan pemeliharaan kepribadian siswa sangat diperlukan di sekolah menengah.1

  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimanakah bimbingan konseling di sekolah menengah?
  2. Bagaimanakah bimbingan konseling di sekolah menengah pertama?
  3. Bagaimanakah bimbingan konseling di sekolah menengah atas?
  4. Apa saja macam bimbingan konseling di sekolah menengah?

  1. PEMBAHASAN
  1. Bimbingan konseling di sekolah menengah
Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. Seharusnya Bimbingan Konseling dapat menjadi pendamping dan penyeimbang bagi para siswa, lebih-lebih pada siswa yang sudah menempuh jenjang sekolah menengah.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa kesenjangan ini membentuk pribadi-pribadi yang selalu memiliki gambaran diri negatif. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.2
Siswa sekolah menengah berbeda dengan murid sekolah dasar. Mereka berada pada tahap perkembangan remaja yang merupakan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Konselor di sekolah menengah dituntut untuk memahami berbagai gejolak yang secara potensial sering muncul beserta cara-cara penanganannya.
Pendekatan dan teknik-teknik konseling dalam berbagai bentuknya dapat dipakai terhadap para pemuda yang sudah lebih berkembang daripada anak-anak sekolah dasar. Kehadiran konselor langsung di hadapan para siswa disertai dengan informasi yang tepat dan mantap tentang fungsi konselor dan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya akan sangat membantu peningkatan pemanfaatan layanan konseling oleh para siswa.3



  1. Bimbingan konseling di sekolah menengah pertama
Perpindahan dari sekolah dasar ke satuan lanjutan ini merupakan langkah yang cukup berarti dalam kehidupan anak, baik karena tambahan tuntutan belajar siswa lebih berat, maupun karena siswa akan mengalami banyak perubahan dalam diri sendiri selama tahun-tahun ini. Secara berangsur-angsur siswa akan berusaha melepaskan diri dari pengawasan orang tuanya, dan akan dihadapkan pada rangkaian perubahan jasmani maupun rohani pada dirinya. maka dari itu dibutuhkan bimbingan yang lebih lagi pada siswa dibandingkan pada saat di sekolah dasar.4
Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan program bimbingan konseling di sekolah menengah pertama, yaitu:
  1. Tujuan penyelenggaraan
Sekolah memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan da keterampilan yang din peroleh di sekolah dasar yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan mereka mengikuti pendidikan ke jenjang selanjutnya.
  1. Kebutuhan siswa selama rentang umur 12-15 tahun
Kebutuhan utama pada masa ini adalah kebutuhan psikologis, seperti mendapat kasih sayang, menerima pengakuan terhadap dorongan untuk semakin mandiri, memperoleh prestasi di berbagai bidang yang dihargai oleh teman sebaya, merasa aman dengan perubahan dengan kelas mainnya. Tantangan pokok pada masa ini adalah menghadapi diri sendiri bila sudah mulai memasuki fase pueral (masa pubertas), yaitu mengalami segala gejala kematangan seksual yang biasanya sering disertai dengan aneka gejala sekunder seperti berkurangnya semangat untuk bekerja keras, kegelisahan (galau), kepekaan perasaan, kurang percaya diri, dan penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa.
  1. Pola dan Karakteristik lembaga sekolah
Untuk lembaga sekolah yang terletak di daerah terpencil dengan jumlah kelas yang tidak terlalu besar, pola dasar yang dapat dipegang ialah pola generalis. Ini berarti bahwa banyak kegiatan bimbingan dapat dipegang oleh guru-guru bidang studi dan wali kelas, dengan mendapat asistensi dari satu atau dua guru konselor. Untuk lembaga sekolah yang terletak dilingkungan kota dengan segala problematikanya dan godaannya, apalagi dengan jumlah kelas yang besar, semakin dituntut memegang pada suatu pola dasar yang mengarah pada pola spesialis, tanpa mengabaikan sumbangan dari guru-guru bidang studi dan wali kelas.
  1. Bimbingan yang menyeluruh
Di sekolah menengah pertama seluruh komponen bimbingan yang termasuk layanan-layanan bimbingan semuanya harus mendapat perhatian yang seimbang. Pemberian informasi meliputi, perkenalan yang lebih luas dengan dunia pekerjaan, perkenalan berbagai bentuk pendidikan atas (sekolah umum atau kejuruan).
  1. Bentuk bimbingan yang diberikan
Bentuk bimbingan yang terutama digunakan ialah bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok merupakan layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas topik tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok.5
bimbingan individual merupakan lanjutan dari bimbingan kelompok dan direalisasi melalui wawancara konseling. Sifat bimbingan yang diutamakan ialah preservatif dan preventif. Preservatif merupakan usaha untuk menjaga keadaan yang telah baik agar tetap baik, jangan sampai keadaan yang baik berubah menjadi keadaan yang tidak baik.6 yang bertujuan menjaga jangan sampai anak mengalami kesulitan, menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan.7 Sehingga siswa dapat menyesuaikannya dengan perubahan-perubahan dalam dirinya sendiri dan meletakkan dasar dari perkembangan diri selanjutnya.
Sifat korektif8 akan muncul dalam kasus-kasus penyimpangan siswa, yang pada umumnya berakar dalam situasi keluarga yang kurang menentukan, dan dalam situasi kehidupan masyarakat setempat yang menimbulkan banyak godaan, seperti pengguna narkotika, film dan buku porno, mengendarai motor tanpa SIM, beraneka kenakalan serius yang lain.9
  1. Peranan tenaga pendidik
Bimbingan konseling disesuaikan pada siapa yang memegang peranan kunci, tergantung pada pola dasar yang dipegang. Bila mana dipegang pola generalis, para guru bidang studi dan para wali kelas dan peranan kunci, dengan mendapat bantuan dari satu atau dua guru konselor, khususnya dalam rangka layanan pengumpulan data dan konseling. Guru –guru bidang studi dapat menyisipkan banyak materi informasi dalam pengajaran, misalnya tentang cara belajar yang tepat, tentang sekolah lanjutan, dan tentang dunia kerja.
Bila dipegang oleh spesialis, konselor sekolah dan beberapa guru konselor memegang beberapa peranan kunci, dengan mendapat bantuan dari guru bidang studi dan wali kelas. Konselor sekolah memegang organisasi program bimbingan dengan mengadakan pembagian tugas diantara semua tenaga, misalnya para guru.
  1. Bimbingan konseling di sekolah menengah atas
Memasuki sekolah pada jenjang pendidikan ini tidak membawa perubahan drastis dalam rutinitas sekolah bagi siswa, karena dia sudah biasa dengan pergantian bidang studi dan tenaga pengajar dalam jadwal pelajaran. Namun, rentang umur antara 16-19 tahun yang meliputi sebagian besar dari masa remaja, merupakan masa yang sangat berarti bagi perkembangan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan harus lebih intensif dan lebih lengkap, dibanding dengan pelayanan di satuan pendidikan di bawahnya.10
Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan program bimbingan di sekolah menengah atas, diantaranya adalah:
  1. Tujuan penyelenggaraan
Pendidikan menengah berkenaan dengan tujuan institusional ditetapkan bahwa pendidikan menengah bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial.
  1. Kebutuhan siswa selama rentang umur 16-19 tahun
Kebutuhan utama pada masa ini bersifat psikologis, seperti mendapat perhatian tanpa pamrih negatif apapun, mendapat pengakuan terhadap keunikan pikiran dan perasan mereka, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga. Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam masa ini adalah rasa tanggung jawab, persiapan diri untuk memasuki corak kehidupan orang dewasa, memantapkan diri dalam memainkan peranan sebagai pria dan wanita, perencanaan masa depan sesuai dengan bidang studi dan pekerjaan yang sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan keadaan nyata dalam masyarakat.
  1. Bentuk bimbingan
Bimbingan kelompok maupun individual diterapkan secara seimbang. Agar pelayanan sampai pada semua siswa, sebagian besar kegiatan dilaksanakan dalam bentuk bimbingan kelompok. Namun, jika siswa remaja sangat peka dalam hal-hal yang dianggap pribadi maka kesempatan untuk konseling sewaktu-waktu harus tersedia.11

  1. Macam-macam bimbingan konseling di sekolah menengah
  1. Bimbingan pribadi siswa
  1. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan yang kreatif dan produktif.
  3. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya. 12
  4. Pemantapan kemampuan dalam mengambil keputusan, dan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.
  1. Bimbingan sosial siswa
  1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.
  2. pemantapan kecerdasan emosi dalam hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat.
  3. Pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi sekolah dan upaya pelaksanaannya secara dinamis serta bertanggungjawab.

  1. Bimbingan belajar siswa
  1. Pemantapan sikap dan kebiasaan, serta keterampilan belajar yang efektif, efisien, dan produktif, dengan sumber yang lebih bervariasi.
  2. Pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat secara luas.
  3. Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan jenjang selanjutnya.
  1. Bimbingan karir siswa
  1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan yang hendak dikembangkan.
  2. Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, dan khususnya karir yang hendak dikembangkan.
  3. Pemantapan pengembangan diri berdasarkan IQ, EQ, dan SQ untuk pengambilan keputusan pemilihan karir sesuai dengan potensi yang dimilikinya.13

  1. KESIMPULAN
Bimbingan konseling di sekolah menengah memiliki pola, teknik dan pendekatan yang berbeda dengan bimbingan konseling yang ada di sekolah dasar. Di sekolah menengah bimbingan konseling dapat menjadi pendamping dan penyeimbang bagi para siswa.
Di sekolah menengah pertama program bimbingan konseling mempunyai tujuan penyelenggaraan yang menekankan pada pemberian bekal dasar pada siswa untuk mempersiapkan ke jenjang selanjutnya, pendekatan dan teknik bimbingan disesuaikan dengan karakteristik siswa dan karakteristik lembaga sekolah, dalam pembimbingan ditekankan pada bimbingan kelompok dan bimbingan individu sebagai tidak lanjutnya.
Bimbingan konseling di sekolah menengah atas hampir sama dengan bimbingan konseling di sekolah menengah pertama, hanya saja di sekolah menengah atas bimbingan lebih diintensifkan pada siswa. Hal ini didasarkan pada perkembangan siswa menuju kedewasaan, yang berarti permasalahan yang dihadapi juga semakin kompleks.







DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Farid dan Mulyono, Bimbingan & Konseling Religius, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Priyatno dan Ermananti, Dasar-dasar Bimbingan dan konseling, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1999.
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling (studi & Karir), Yogyakarta: CV Andi Offset, 2007.
Winkel, W. S. & M. M. Sri Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007.
http://psikonseling.blogspot.com/2009/12/layanan-bimbingan-konseling.html, (Jum’at, 04/05/2012, 14:19)
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/bimbingan-konseling-di-sekolah-menengah.html, (Jum’at, 04/05/2012, 14:20)


1 Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan & Konseling Religius, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 87-88

2 http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/bimbingan-konseling-di-sekolah-menengah.html, (Jum’at, 04/05/2012, 14:20)

3 Priyatno dan Ermananti, Dasar-dasar Bimbingan dan konseling, (jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1999), hlm. 305.

4 W. S. Winkel & M. M. Sri Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), hlm.141.

5 http://psikonseling.blogspot.com/2009/12/layanan-bimbingan-konseling.html, (Jum’at, 04/05/2012, 14:19)

6 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (studi & Karir), (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2007), hlm. 39

7 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (studi & Karir), hlm.38.

8 Sifat Korektif ialah mengadakan Konseling kepada anak-anak yang mengalami kesulitan yang tidak dapat dipecahkan sendiri dan yang membutuhkan pertolongan dari pihak lain. Lihat Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (studi & Karir),hlm. 39.

9 W.S. Winkel & M.M. Sri Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan,hlm. 142-145.

10 W. S. Winkel & M. M. Sri Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, hlm. 146.

11 W. S. Winkel & M. M. Sri Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, hlm. 148&150.

12 Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan & Konseling Religius, hlm. 93.

13 Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan & Konseling Religius, hlm. 94.